jump to navigation

Gempa di Penghujung September (1) Oktober 5, 2009

Posted by orangmiskin in hidup.
trackback

Gempa 30 september 2009

Bayang-bayang senja sudah setengah jam muncul di ufuk barat. Langit terang mulai meredup dan cahaya lembayung mulai mengambil alih. Orang-orang sibuk dengan aktivitasnya. Semua sudut kota, pasar dan pusat belanja, penuh sesak. Kehidupan malam di kota ini baru saja dimulai. Pukul 17.00 WIB waktu itu.

Lalu diam bersalin rupa menjadi kegaduhan yang teramat sangat. Orang-orang berlarian membawa wajah pucat pasi. Sebuah guncangan hebat baru saja terjadi. Gempa bumi berkekuatan 7,6 SR, tanpa aba-aba menggoyang semuanya. Jam menunjukkan pukul 17.18 WIB. Di kaleder tahun 2009 tertulis  hari itu adalah Rabu 30 September.

Penghuni gedung-gedung bertingkat, tanpa sepatu, tidak mengapit tas, tampak berlarian menuruni tangga. Yang di depan, harus berlari lebih cepat, karena ada puluhan orang lainnya di belakang yang juga melakukan hal yang sama. Jika lambat, bisa-bisa terjatuh dan terinjak-injak.

Semuanya kacau balau. Saya misalnya, berlari di antara pecahan beton kantor yang jatuh di sela-sela badan. Saat turun dari lantai tiga Kantor Posmetro Padang di Jalan Proklamasi NO 38 AB Padang, beberapa di antara para karyawan dan wartawan koran metro terbesar di Sumbar itu, terjatuh.

Saking kalutnya, empat anak tangga dilewati sekali langkah. Dalam sejarah 26 tahun hidup, saya belum pernah merasakan gempa yang sedahsyat itu. Goncangannya tanpa peringatan. Berbeda dengan yang sudah-sudah, gempa kali ini agak unik. Jika sebelumnya, diawali dengan goyang-goyangan kecil lalu menjadi besar, kali ini tidak. Bumi seperti ditarik dengan kekuatan besar sekaligus. Lantai yang diinjak langsung melengkung. Dinding-dinding roboh dan tiang-tiang beton, patah.

Bumi masih bergetar saat saya dan beberapa orang lainnya sampai di lantai dasar Gedung Posmetro Padang. Saling berpegangan, agar tidak terhempas ke tanah. Di depan kami, gedung BNI bergetar kuat. Lalu, bongkahan dindingnya jatuh satu-satu. Orang-orang terlihat ke luar, memegangi kepala dan panik.

Di jalanan, pengendara kendaraan bermotor kaget alang kepalang. Kendaraan yang mereka kendarai terpental dan jatuh. Di belakang, mobil-mobil tampak oleng dan tak terkendali.

Hanya beberapa menit bumi berguncang, kemudian yang tersisa kepiluan. Beberapa orang meneriakan Allah Huakbar, Astafirullah Alhazim. Tidak tahu apakah kalimat itu ekspresi ketakutan atau memproklamirkan tobat. Bibir semuanya bergetar. Dan airmata tumpah membasahi pipi-pipi mereka.

Beberapa di antaranya, tanpa komando langsung merogoh saku dan memencet-mencet tombol telepon seluler. Tidak ada nada. Hanya terdengar kalimat-kalimat halo tanpa jawaban. Kepanikan makin menjadi. Gempa hebat itu menyebabkan semua jaringan komunikasi terputus.

Masih bisa saya tanggkap, kalimat “Rumah saya dipinggir pantai. Mama bagaiman kabarnya,”. Tidak ada yang ambil peduli. Semuanya juga menghubungi orang-orang terdekat mereka. Tapi, tetap tidak ada jawaban. Masih belum tahu nasib orang-orang terkasih itu.

Laki-laki berperawakan kurus dan tinggi, berteriak dengan lantang. Suaranya serak-serak, karena mengeluarkan semua udara yang ada di paru-parunya. “Tidak bisa lagi. Ini gempa besar, ke atas semuanya,” tangannya menunjuk-nunjuk arah Indarung dan lokasi ketinggian di Kota Padang. Mengungsi sementara adalah langkah bijak. Dengan gempa berkekuatan besar itu, besar kemungkinan Padang akan disapu tsunami.

Tersentak dengan teriakannya. Orang-orang yang awalnya tertegun di bawah gedung, bergegas menuju kendaraan masing-masing. Tidak lagi peduli kawan atau rekan kerja, semuanya sibuk menyelamatkan diri sendiri. Beberapa orang yang saya kenal dekat, enggan mengizinkan saya untuk ikut ngungsi bersamanya. Beberapa orang menolak, tanpa memberi tahu alasan. Mereka berlalu dengan wajah pucat pasi.

Jalan Proklamsi, depan kantor saya, mulai penuh sesak. Tidak saja kami, semua warga kota mengambil inisiatif serupa. Pusat Kota Padang yang hanya berjarak 1-3 kilometer dari bibir pantai, memang daerah rawan tsunami. Jika bencana itu benar-benar terjadi, 600 ribu warga kota dan puluhan ribu bangunan akan tersapu gelombang besar. Kota ini, hanya akan tinggal puing dan sebagian sudutnya bakal tenggelam menjadi kota hilang.

Saya ingat, kunci motor yang bisanya mangkal di saku celana tertingal di dalam tas. Saat berlarian tadi, saya lupa meraih tas ransel warna putih yang selalu saya taruh di bawah kaki. Saya juga lupa membawa helm.

Selalu ada keajaiban. Saat teman-teman kerja sudah menstarter motor dan memacu kendaraanya, saya baru ingat pernah menyelipkan kunci motor cadangan di dalam dompet. Ajaibnya, sore itu saya lupa memasukan dompet ke dalam tas seperti yang biasa saya lakukan setiap hari.

Dengan kunci motor cadangan itu, saya bisa ikutan mengungsi. Sudah 10 menit pascagempa. Hanya tinggal 20 menit lagi waktu tersisa, sebelum gelombag tsunami melahap kota ini. Seperti banyak orang, tujuan saya juga sama. Yaitu menuju ke lokasi ketinggian.

Dalam perlarian yang sulit itu -dikatakan sulit, karena jalan macet total dan dipenuhi kendaraan dan orang-orang yang berjaan kaki- saya menyaksikan, asap hitam mengepul dari belakang Rumah Sakit Restu Ibu di Tarandam. Di ujung lainnya, asap hitam juga memenuhi udara sore itu. Usai dihajar gempa, beberapa bangunan langsung dilalap api.

Tidak ada yang mempedulikan keadaan. Semunya menyelamatkan nyawa masing-masing. Api dibiarkan saja berkobar, orang-orang yang terluka dan terjatuh dari kendaraannya tak bisa ditolong. Situasi benar benar kacau. Saya lihat, seorang anak muda menarik seorang bapak ke pinggir jalan. Orang tua ini jatuh, entah tersenggol kendaraan atau kecapekan berlari. (bersambung)

Komentar»

1. ceritabella - Oktober 5, 2009

Yah, namanya musibah kita ga taw kpn datangnya. Yang bisa kita lakukan adalah selalu ingat kepada Allah SWT.

2. ceritabella - Oktober 11, 2009

Sayang, tulisannya belum selesei tuh. Abang ayo bangun sayang. Selesaikan cerita abang. Abang bilang masih banyak yang maw abang tulisan. tentang Amak, Mama, Uni, Adek dll.
Ayo sayang,bangun, kita semua masih membutuhkan abang. Kita semua masih menunggu karya2 abang selanjutnya.

Bangunlah dari komamu. Bangunlah dari tidur panjangmu.
Kami disini menunggumu sayang..

I LOVE U

3. ari - Oktober 16, 2009

Sayang skali dya tdak bangun2 lgi…sya turut brduka cita atas meninggalnya jurnalis atau admin blog ini….pdhal blog ini bagus….

4. anak.padang - Oktober 16, 2009

Sayang sekali,
saya merasa rugi baru tau blog ini ketika sang andmin telah kembali pada-Nya,,
semoga beliau diterima disisi-Nya

5. nessa - Oktober 16, 2009

turut berduka ya untuk almarhum harfianto yg pny blog ini.kita mnusia tidak pernah bs prdiksi smoga dbri ktnangan dssinya amien

6. radzie - Oktober 17, 2009

turut berduka… duka yang mendalam. Sayang, tulisan menarik yang membuat saya terharu, tidak bisa dilanjutkan kembali. saya terlambat mengetahui blog menarik dengan tulisan yang menggugah… kawan… selamat jalan

Banda Aceh …

7. luhde - Oktober 17, 2009

selamat jalan blogger harfianto. Tulisanmu akan abadi

8. renimaldini - Oktober 17, 2009

Anto, mungkin yang anto maksud, kalimat “Rumah saya dipinggir pantai. Mama bagaiman kabarnya,”, itu Reni kan????

Juga Laki-laki berperawakan kurus dan tinggi, berteriak dengan lantang. Suaranya serak-serak, karena mengeluarkan semua udara yang ada di paru-parunya. “Tidak bisa lagi. Ini gempa besar, ke atas semuanya,”, itu Pak Redpel kan Nto???

Kenapa di tulisan mu ini sedikit berbeda, kamu tak membuat nama orang2nya…
Reni juga ingat ketika, Nto ngambil motor, Anto ngajak reni —saat itu berdua dengan yani– untuk ikut motor anto..

“Ren capeklah lari lai. Naik motor wak se… Yani capeklah… Namun, reni tak ikut dengan anto…
Bagaimana kisah lanjutannya Nto???? Selamat jalan kawan

9. Rekan metro - Maret 17, 2010

anto. kami terlambat baca blog kamu. tapi kami terharu bacanya , rasanya batang leher ini bekak menahan tangis . Kami hanya bisa mendo’a kan semoga kamu tenang dialam sana. Amin….

10. Iskandar Zulkarnain - April 2, 2010

turut berduka cita yang sedalam-dalamnya utk bang anto.. blog yang sangat bagus, namun harus terhenti sampai disini.. sayangnya saya tau blog ini setelah yang punya telah tiada.. semoga bang anto tenang di sisiNya, Amin..

11. internet marketing jitu - April 13, 2010

gempa memang sangat tidak diinginkan manusia… maka dari itu kita sebagai manusia harus cinta dengan Tuhan, cinta dengan Alam dan juga Cinta dengan Manusia. kenapa? kalau kita cinta Tuhan, Alam dan Manusia maka Tuhan, Alam dan Manusiapun akan mencintai kita….

12. ksatriafu - Mei 3, 2013

smoga arwah korban diterima disisi allah swt,,,,amien


Tinggalkan komentar